Home » , , , , , , » PARADIGMA TEORI KEBUDAYAAN

PARADIGMA TEORI KEBUDAYAAN


Paradigma Struktural
Pada mulanya paradigma struktural berasal dari dan tumbuh dalam ilmu bahasa, namun kemudian berkembang ke dalam bidang-bidang ilmu lain, seperti sosiologi, antropologi, dan kritik sastra. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan perluasan paradigma struktural ilmu bahasa ke dalam bidang-bidang ilmu yang ikut menerapkan paradigma tersebut.
Paradigma struktural menekankan pentingnya objek kajian sebagai sebuah sistem yang terstruktur. Oleh karena itu, dalam ilmu bahasa paradigma ini memfokuskan kajiannya terhadap sistem bahasa (langue), dan bukan pada pemakaian bahasa (parole). Aplikasi paradigmatik strukturalisme dalam ilmu sosial tentu saja memfokuskan kajiannya terhadap sistem sosial, dan bukan pada bagaimana pemakaian aturan-aturan sosial secara individual. Aplikasi paradigma tersebut membentuk aliran sosiologi struktural, yang kemudian juga dipengaruhi oleh fungsionalisme dari antropologi sosial menjadi strukturalisme fungsional.
Begitu pula aplikasinya dalam antropologi, seperti yang dilakukan oleh Levi-Strauss, memfokuskan kajiannya terhadap sistem-sistem budaya, misalnya sistem kuliner, sistem kekerabatan, dan sistem totemisme.
Sebagai contoh, sistem kuliner yang diteliti oleh Levi-Strauss meletakkan klasifikasi makanan dalam sistem oposisi biner, yaitu makanan yang matang/mentah. Sistem kekerabatan yang berkaitan dengan perkawinan diletakkan dalam oposisi biner, yaitu yang boleh/tidak boleh dinikahi. Sistem tabu inses, misalnya, memberikan larangan endogami dan mengharuskan eksogami. Sistem kekerabatan berdasarkan tabu inses tersebut mengangkat manusia dari sistem biologis ke sistem sosial budaya dalam perkawinan. Begitu pula halnya dengan sistem totemisme. Totem diletakkan dalam oposisi biner, dunia atas/dunia bawah. Dunia atas adalah jagat para dewa yang menjadi sesembahan masyarakat pendukungnya; sedangkan dunia bawah adalah alam para binatang, tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat tersebut.

Paradigma struktural berusaha mencari aturan-aturan atau hukum-hukum tersembunyi yang mengatur dan membentuk sebuah sistem. Dalam ilmu bahasa, paradigma ini mencari aturan-aturan atau hukum-hukum yang mengatur dan membentuk sebuah sistem bahasa. Dalam ilmu sosial, paradigma ini mencari aturan-aturan atau hukum-hukum yang mengatur dan membentuk sebuah sistem masyarakat. Dalam atropologi, paradigma ini mencari aturan-aturan atau hukum-hukum yang mengatur dan membentuk sistem budaya.
Paradigma struktural menekankan pentingnya sistem yang terstruktur dan mengabaikan individu-individu yang terdapat dalam sistem tersebut. Dalam sistem sosial, individu hanya dianggap sebagai robot yang terprogram sesuai dengan sistem yang berlaku. Jika terjadi pelanggaran sistemik oleh individu, maka ia dianggap melanggar hukum dan mendapat sangsi-sangsi sosial. Dengan demikian, paradigma struktural berusaha melanggengkan sistem yang berlaku.
Paradigma Pascastruktural
Paradigma pascastruktural pada dasarnya merupakan antitesis dari paradigma struktural. Dalam paradigma ilmu bahasa terdapat peralihan objek kajian dari sistem bahasa (langue) ke pemakaian bahasa (parole). Dalam paradigma ilmu sosial terdapat peralihan objek kajian dari sistem sosial ke para individu atau pelaku sosial dalam masyarakat. Dalam istilah sosiologi, peralihan dari social structure ke social agency.
Paradigma pascastruktural beranggapan bahwa social parole lebih penting daripada social system. Agen sosial perlu mendapatkan perhatian yang memadai dalam penelitian, karena kreativitas para individu dalam masyarakat itulah yang menciptakan sistem-sistem sosial. Dari sisi regulasi, sebuah sistem sosial tidak akan berfungsi apabila para individu dalam masyarakat tersebut tidak menaati aturan-aturan atau hukum-hukumnya. Dari sisi produksi, para individu akan menciptakan sistem baru apabila sistem lama sudah tidak memiliki fungsi regulatifnya.
Para individu dalam masyarakat melakukan negosiasi-negosiasi dalam produksi sistem sosial yang kemudian menjadi konvensi-konvensi yang memiliki fungsi regulatif dalam masyarakat tersebut. Dalam paradigma ini, agen sosial bersifat produktif terhadap penciptaan sistem sosial dalam masyarakat, sehingga sistem tidak lagi statis seperti dalam paradigma struktural, melainkan dinamis, berubah, dan berkembang sesuai dengan dinamika sosial dalam masyarakat.
Barangkali, interaksionisme simbolik merupakan contoh yang pas dari paradigma pascastruktural. Interaksionisme simbolik telah menggeser penelitian dari kajian terhadap aturan-aturan atau hukum-hukum tersembunyi yang mengatur sistem masyarakat, kepada kajian terhadap interaksi-interaksi simbolik dalam masyarakat. Interaksi sosial merupakan interaksi simbolik, begitu pula interaksi budaya.
Sebagai contoh pelaksanaan upacara ritual dalam masyarakat merupakan interaksi simbolik yang diproduksi berdasarkan negosiasi-negosiasi para individu pendukungnya. Negosiasi tersebut menciptakan aturan dan peran sosial yang menjadi konvensi sosial dalam ritual tersebut. Apabila konvensi sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, maka konvensi tersebut menjadi tradisi. Dengan demikian tradisi itu sendiri merupakan produk interaksi simbolik.
Contoh lain adalah dramaturgi sosial dari Goffman. Dia beranggapan bahwa fenomena sosial identik dengan pentas drama. Seperti halnya panggung drama, pentas sosial juga terbagi ke dalam tiga wilayah. Wilayah formal terdapat pada latar depan atau di atas panggung; wilayah informal terdapat pada latar belakang atau di belakang panggung; dan wilayah interaktif terdapat pada latar penonton.
Dengan mengacu pada Goffman, fenomena sosial dapat dipilah ke dalam wilayah formal, wilayah informal, dan wilayah interaktif. Dalam wilayah formal, sebuah fenomena sosial bersumber pada aturan dan peran sosial yang resmi. Dalam wilayah informal, terdapat aturan dan peran sosial yang tidak resmi tetapi berpengaruh terhadap wilayah formal. Dalam wilayah interaktif, terdapat interaksi simbolik antara fenomena sosial di wilayah formal dengan para penonton (pengamat, peneliti, atau masyarakat lain). Interaksi simbolik antara wilayah formal dengan wilayah interaktif ini juga menghasilkan negosiasi-negosiasi yang kemudian menjadi konvensi-konvensi.
Paradigma yang berusaha mengambil jalan tengah dan dikenal dengan mazhab ketiga dalam sosiologi adalah paradigma yang ditawarkan oleh Giddens. Paradigma ini berusaha mensintesakan antara struktur sosial dengan agensi sosial. Sintesa tersebut menghasilkan teori yang terkenal dengan nama teori strukturasi.
Paradigma Posmodern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang terjajah oleh sistem. Teori besar (grand theory) juga bersifat imperial, menjajah secara intelektual. Sebaliknya, masyarakat posmodern berusaha memerdekakan diri dari penjajahan sistemik dan teoretik.
Secara teoretis, paradigma posmodern banyak mengacu para teori-teori pascastrukturalis. Meskipun demikian, pergeseran dari modernism ke posmodernisme menghasilkan peralihan paradigmatik dari paradigma produksi ke paradigma konsumsi. Sebagai konsekuensinya, paradigma ini mengalihkan objek kajiannya dari produksi sosiokultural ke konsumsi sosiokultural.
Dapat dikatakan bahwa masyarakat modern adalah masyarakat produsen, dan masyarakat posmodern adalam masyarakat konsumen. Dalam kaitannya dengan kebudayaan, budaya modern merupakan budaya produksi, dan budaya posmodern merupakan budaya konsumsi. Perilaku posmodern adalah perilaku konsumsi yang mengacu pada reproduksi-reproduksi.
Dengan mengacu pada paradigma posmodern, fenomena sosial merupakan fenomena reproduksi dalam sistem konsumsi sosial. Begitu pula fenomena budaya merupakan fenomena reproduksi dalam sistem konsumsi budaya.
Masyarakat dan kebudayaan posmodern adalah masyarakat dan kebudayaan yang termediasi, yang dalam istilah Baudrillard, masyarakat hyperreal. Realitas sudah menjadi hyperrealitas dalam dunia posmodern. Oleh karena itu, Baudrillard tidak lagi mengacu pada interaksi simbolik (symbolic interaction), melainkan pada pertukaran simbolik (symbolic exchange). Pertukaran simbolik ini melebur dinding pemisah antara yang nyata dan yang tidak nyata. Fenomena-fenomena sosiokultural yang termediasi membentuk dan dibentuk hyperrealitas. Dalam kondisi tersebut terjadi apa yang dinamakan Baudrillard sebagai konspirasi simbolik (symbolic conspiration).
Sebagai contoh, masyarakat konsumen media cetak maupun elektronik menganggap bahwa fenomena sosiokultural yang termediasi oleh media tersebut sama nyatanya dengan kenyataan hidup sehari-hari. Hal ini terjadi karena media tidak lagi berfungsi sebagai sarana representasi tetapi sebagai sarana reproduksi sosiokultural.
Paradigma postmodern mengalihkan kajian dari fakta ke citra. Fakta sosial (social fact) yang menjadi temuan penting sosiologi modern telah digeser oleh citra sosial (social image) yang menjadi temuan penting sosiologi posmodern. Fungsi sosial (social function) sudah tergantikan oleh gaya hidup (social lifestyle). Dengan demikian, struktural fungsional sudah tergantikan oleh stilistika sosiokultural.
Adanya pergeseran dari masyarakat (society), menuju masyarakatmassa (masssociety) ke masyarakatmaya (cybersociety) yang berkaitan dengan mediamorfosis dari mediamassa ke mediamaya, serta dari budayamassa ke budayamaya memerlukan perubahan paradigma dalam teori-teori sosial budaya. Paradigma struktural, pascastruktural, dan posmodern merupakan konsekuensi dari kondisi-kondisi tersebut.

Komentar Facebook
0 Komentar Blogger

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

ads ads ads ads Ads by NasrulL_Pilohn
Belajar Bersama untuk meraih mimpi yang gemilang
Akunasrull.blogspot.com adalah tempat belajar bersama gratis
Akunasrull.blogspot.com

Belajar Bersama Gratis
Akunasrull.blogspot.com adalah tempat belajar bersama gratis
Akunasrull.blogspot.com

Belajar Bersama Gratis
Akunasrull.blogspot.com adalah tempat belajar bersama gratis
Akunasrull.blogspot.com

Belajar Bersama Gratis
Akunasrull.blogspot.com adalah tempat belajar bersama gratis
Akunasrull.blogspot.com

Ads by NasrulL_Pilohn
ads ads ads ads
 
Copyright © 2013. nasrull-samawa || Artikel bisa diperbanyak dan disebarluaskan dengan menyebut sumber "nasrull-samawa"...
Template Creating Website || Diberdayakan Oleh Blogger