BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Pertumbuhan manusia bersifat irreversible
yang artinya tidak dapat kembali seperti semula, semakin bertambah umur,
semakin renta pula fisik dan dzatnya. Namun sifat ini hanya berlaku pada zat
fisik dan akan berlaku kebalikannya, reversible, pada psikologis atau perilaku
atau kepribadian. Seorang yang telah berada pada usia senja, sifat dan wataknya
akan kembali seperti saat dia masih kecil. Sifat egois dan kekanak-kanakan
seorang yang telah tua bukan berarti untuk dimaklumi seutuhnya, kita sebagai
pemuda harus senantiasa mendampingi dan istiqomah dalam mengingatkan.
Demikian
pula yang sedang terjadi dengan bumi dan alam semesta, kini telah menginjak
pada usia senja. Penampangnya sudah tak secantik dahulu, pemandangan hijau
menjadi sesuatu yang mahal. Banyak organ yang kinerjanya melemah, atmosfir tak
lagi pandai melindungi dari sinar UV. Serta sering tergunjang dan terbaring
sakit, bencana alam menjadi hal biasa. Bagaimana dengan keadaan psikologis bumi
dan alam semesta? Sifat dan kepribadian penghuninya menjadi tolak ukurnya.
Secara tidak sadar, perlahan namun pasti, manusia sedang kembali berjalan
menuju kejahiliyahan. Hal ini ditandai dengan banyaknya orang pandai namun
sangat sedikit orang yang mengerti. Manusia berlomba-lomba mengumpulkan ilmu
dan memamerkannya, namun jarang yang menghayati dan mencari hakikat ilmu yang
sedang ditimba.
Sibuknya
manusia dengan mengumpulkan ilmu, membuat mereka terlupa untuk menelusuri mana
yang haq dan mana yang bathil. Sehingga hal tersebut mengakibatkan banyak
bermunculan perkara bid’ah yang seolah-olah bertransformasi menjadi perkara yang
halal. Sebagai kaum muda yang mencari perlindungan Allah SWT, sudah seharusnya
kita mengkaji dengan serius tentang syari’at yang benar-benar dari Allah dan
Rasulullah. Salah satu bid’ah yang telah kondang di antara kaum muslim adalah
beberapa perkara mengenai surat Al-Fatihah.
Sesuai dengan surat Al-Ashr ayat 1-3, “Demi masa. (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar
berada dalam kerugian, (2) Kecuali orang
yang beriman dan orang-orang yang yang mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat dan menasehati supaya menetapi
kesabaran.(3)”, maka penulis ingin mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya.
Yaitu untuk memperbaiki iman dan amalan, meninggalkan perkara yang bid’ah
khususnya, serta saling mengingatkan dalam kebaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Keistimewaan Surah
Al-Fatihah
Salah satu nama lain dari surah al-Fatihah adalah as-Sab’ul Matsaani,
yaitu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang, sesuai firman Allah SWT, “Dan
sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang
dan al-Quran yang agung.” (QS, al-Hijr:87). Ada penjabaran sebuah artikel yang
disunting oleh Buchari:2012 dalam Mustasyar MWC NU Kupas Tuntas Tradisi Kirim
Fatihah, tentang keajaiban angaka tujuh yang terdapat dalam surah al-Fatihah,
yaitu:
1.
Angka tujuh menjadi jumlah hal-hal besar, yaitu:
jumlah ayat surah al-Fatihah, jumlah langit, jumlah bumi, jumlah hari dalam seminggu,
jumlah putaran thawaf, jumlah sa’i, jumlah lempar jumrah, jumlah anggota tubuh
yang menempel saat sujud, jumlah pintu Jahannam, dan kata Jahannam disebutkan
sebanyak 77 (7x11) kali di dalam al-Quran.
2.
Jumlah huruf hijaiyah dalam surah al-Fatihah ada
21 (7x3) huruf.
3.
Jumlah huruf yang terputus-putus dalam al-Quran,
yang juga terdapat dalam surah al-Fatihah ada 14 (7x2) huruf.
4.
Jumlah huruf dari kalimat Allah, yaitu alif,
lam, dan ha, yang terdapat pada surah al-Fatihah ada 49 (7x7) huruf.
5.
Jumlah huruf alif, lam, dan mim, pada surah
al-Fatihah jika digabungkan menjadi kumpulan angka dari kelipatan tujuh.
Terlepas dari kajian di atas, keistimewaan surah al-Fatihah memang
telah banyak hadist yang menjelaskannya, di antaranya sebagai berikut:
Abu Said bin Al-Mualla berkata, “Aku pernah melakukan shalat di masjid,
lantas Rasulullah SAW memanggilku, tetapi aku tidak menjawabnya. Aku pun
berkata, “Wahai Rasulullah, saya sedang shalat.” Rasulullah SAW berdabda,
“Bukankah Allah telah berfirman (artinya) “Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada
sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu” Kemudian, Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh aku akan mengajarimu surah paling agung dalam al-Quran sebelum kamu keluar
dari masjid ini.” Beliau bersabda lagi (yaitu), “Alhamdulillaahi rabbil
‘aalamiin”. Ia adalah tujuh ayat yang sering dibaca (diulang-ulang) dan
al-Quran yang agung yang diberikan kepadaku.” (HR. Al-Buchari:4474)
Rasulullah SAW berkata kepada Ubayyi bin Ka’ab: “Apakah kamu suka aku
ajari surah yang paling agung dan paling baik dalam kitab Taurat, Injil, abur,
maupun al-Quran?” Ubayyi menjawab, “Ya” Rasulullah bertanya, “Bagaimanakah kamu
membaca dalam shalat.” Ubayyi lalu membaca surah al-Fatihah. Rasulullah SAW
bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, tidak ada surah yang sebanding
dengan al-Fatihah yang diturunkan dalam kitab Taurat, Injil, Zabur, atau
al-Quran.” (HR. Tirmidzi:2875)
Dari Abu Hurirah, dari Nabi Muhammad SAW, Beliau bersabda, Allah
berfirman: “Shalat (al-Fatihah) dibagi antara Aku dengan hamba-Ku, dan hamba-Ku
akan mendapatkan apa yang dia minta. Jika hamba membaca, “Segala pujian hanya
untuk Allah Rabb alam semesta,” Allah berfirman, “Hambaku telah memujiku.” Jika
dia membaca, “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” Allah berfirman “Hambaku
kembali memuji-Ku.” Jika dia membaca, “Penguasa hari pembalasan,” Allah
berfirman, “Hamba-Ku telah menyanjungku.” Jika dia membaca, “Hanya kepada-Mu
kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan,” Allah berfirman,
“Ini adalah antara Aku dengan hamba-Ku, dan hamba-Ku akan mendapatkn apa yang
dia minta.” Dan jika dia membaca, “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu
jalan orang-orang yang Engkau berikan nikmat kepada mereka. Bukan jalannya
orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat,”
Allah berfirman, “Ini adalah antara Aku dengan hamba-Ku, dan hamba-Ku akan
mendapatkan apa yang dia minta.” (HR. Muslim No.:395)
Ketiga hadist tersebut di atas menjelaskan beberapa hal, yaitu:
1.
Al-Fatihah adalah satu-satunya surat yang wajib
dibaca berulang-ulang setiap harinya karena membacanya merupakan rukun shalat
secara mutlak.
2.
Surah al-Fatihah merupan surah yang termulia dan
teragung dalam al-Quran.
3.
Al-Fatihah merupakan doa yang paling utama
karena telah mengumpulkan semua kebaikan yang diinginkan.
Makna secara global surah al-Fatihah adalah Ummul Quran dan Ruhnya
al-Quran karena di dalamnya terkumpul macam-macam pujian dan sifat-sifat yang
tinggi bagi Allah, penetapan tentang kerajaan dan kekuasaan Alah, adanya hari
kiamat dan hari pembalasan, tentang ibadah dan niat, macam-macam tauhid dan
beban syari’at, serta mengandung doa paling utama dan permintaan yang paling
mulia, yaitu permintaan agar diselamatkan dari jalan orang-orang yang menentang
dan tersesat menuju jalan orang-orang yang berilmu dan mengamalkannya.
Dari Ubadah bin Shamit berkata: Rasulullah bersabda: “Tidak sah
shalatnya orag yang tidak membaca Faatihatul kitab.” (HR. Bukhari:714,
Muslim:595)
Oleh sebab itu maka wajib membaca surah al-Fatihah di tiap rakaat.
Namun ada perselisihan pendapat di antara ulama tentang membaca surah
al-Fatihah bagi makmum, di antaranya yang menonjol adalah:
1.
Kelompok Hanabiyah dan Hanafiyah berpendapat,
“Gugur bagi makmum secara mutlak bacaannya. Sama saja dia shalat sirriyah
maupun jahriyah.”
2.
Syafi’iyah dan ahlul hadist berpendapat: “Wajib
membaca surah al-Fatihah bagi tiap orang yang shalat baik imam, makmum, atau
orang yang shalat sendirian.”
3.
Malikiyah berpendapat bahwa wajib membaca surah
al-Fatihah bagi makmum ketika shalat sirriyah dan gugur baginya ketika shalat
jahriyah sebagaimana riwayat dari Imam Ahmad serta didukung oleh Syeikhul Islam
Ibnu Taimiyah dan yang lainnya dari ulama Muhaqiqin.
Akan tetapi pembahasan tentang permasalahan tersebut telah menemukan
yang benar adalah wajib bagi makmum shalat sirriyah dan gugur baginya pada
shalat jahriyah karena dia mendengarkan bacaan imam.
2.2. Diam Lama Setelah Membaca
Surah Al-Fatihah
Samurah bin
Jundub berkata: “Nabi diam dua kali. Diam setelah bertakbiratul ikhram dan
setelah selesai dari membaca surah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu
Majah, ad-Daruquthni dan ad-Darimi. Semuanya meriwayatkan hadist ini dari jalur
al-Hasan al-Bisri dari Samurah)
Hadist ini berisi tentang sunnah diam lama setelah membaca surah
al-Fatihah untuk memberikan kesempatan makmum membaca surah al-Fatihah. Namun
hadist ini termasuk hadist yang tidak dapat dijadikan dalil karena beberapa hal
berikut:
1.
Sanadnya dhaif
2.
Matannya mudhtharib (goncang atau kacau)
3.
Yang benar adalah diam kedua dilakukan sebelum
ruku setelah membaca surah, bukan setelah selesai membaca surah al-Fatihah
4.
Berhenti lama setelah membaca surah al-Fatihah
tidak selama yang diperkirakan agar makmum dapat membaca surah al-Fatihah.
Karena menurut ulama yang telah meneliti permasalahan ini menyatakan dengan
tegas bahwa hal tersebut adalah bid’ah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam al-Fatwa berkata, “Imam Ahmad tidak
mensunnahkan seorang imam berhenti setelah membaca al-Fatihah agar makmum dapat
membaca al-Fatihah. Tabi sebagian dari muridnya mensunnahkannya.”
Tidak ada yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad diam lama setelah
membaca al-Fatihah dengan tujuan makmum bisa membaca surah al-Fatihah, maka
dapat diketahui hal ini tidak disyariatkan. Pendapat bahwa Nabi Muhammad tidak
diam lama seperti ini, diperkuat oleh perkataan Abu Hurairah:
“Apabila Rasulullah
bertakbiratul ikhram, Beliau berhenti sejenak. Aku pun bertanya kepadanya,
“Wahai Rasulullah mengapa engkau diam antara takbiratul ikhram dan membaca
al-Fatihah. Apa yang anda baca ketika itu?” Beliau menjawab, “ Aku membaca:
Allaahumma ba’id baini wabaina khathaayaaya... dst””(HR. Ahmad 11/231;
al-Bukhari No:744; Muslim No:598; Abu Dawud No:781; an-Nasa’i I/50-51 dan Ibnu
Majah No:805)
Seandainya
Rasulullah diam lama setelah membaca al-Fatihah sudah tentu pasa sahabat akan
menanyakannya pada Rasulullah, seperti yang dilakukan oleh Abu Hurairah.
2.3.
Keutamaan Surah Al-Fatihah Lainnya
Ada keutamaan surah al-Fatihah
yang lain dari yang telah dijelaskan di atas, yaitu surah al-Fatihah dapat
dijadikan sebagai obat atau suwuk atau ruqyah. Sebagaimana yang terdapat pada
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
Abu Sa’id menuturkan, “Ada
sejumlah sahabat Nabi yang bepergian hingga tiba di suatu desa. Mereka minta
makan kepada penduduk desa itu tetapi mereka tidak mau memberinya makan. Ketika
pemimpin desa itu digigit ular, maka mereka mencari berbagai obat baginya, tapi
tidak bermanfaat sedikitpun. Seorang dari mereka berkata, “ Mungkin jika kalian
mendatangi orang-orang yang baru datang di desa ini, kalian akan mendapati
seseorang yang dapat mengobatinya.”
Mereka mendatangi pasa sahabat
Nabi seraya bertanya, “Pemimpin kami digigit ular dan kami sudah berusaha
mengobatinyadengan berbagai cara, tetapi tidak bermanfaat baginya sedikitpun,
siapa di antara kalian yang dapat mengobati orang sakit?”
Jawab salah seorang dari sahabat
Nabi, “Demi Allah, aku dapat mengobati orang yang sakit. Namun, kami telah
meminta makan kepada kalian, tetapi kalian tidak mau memberi kami makan. Karena
itu, aku tidak akan mengobati orang yang sakit di antara kalian kecuali jika
kalian mau memberi upah kepada kami.” Akhirnya, mereka bersepakat akan memberi
sejumlah kambing kepada para sahabat. Kemudian seorang dari sahabat itu pergi
ke tempat si pasien dan membacakan surah al-Fatihah baginya serta meniupkannya
ke tubuh pasien. Walhasil, penyakitnya sembuh dan bisa berdiri seolah-olah
tidak pernah sakit.
Kata si pemimpin, “Penuhilah
janji yang telah kalian sepakati dengan mereka.” Setelah mereka mendapatkan
sejumlah kambing, maka para sahabat berkata, “Bagilah kambing-kambing ini di
antara kami.”
Orang yang mengobati berkata,
“Jangan kalian melakukan apapun sebelum kita menemui Nabi dan menceritakan apa
yang telah terjadi.”
Setelah mereka tiba di Madinah
dan mencertitakan kejdian tersebut kepada Nabi, Beliau bertanya, “Dari manakah
kamu mengetahui kalau surah al-Fatihah dapat dijadikan sarana mengobati orang
yang sakit?” Kemudian Beliau bersabda, “Sesungguhnya tindakan kalian sudah
benar. Kini berilah aku bagian dari kambing-kambing itu.” Kemudian Beliau
tertawa atas kejadian itu.” (HR. Al-Bukhari:37:Kitabul Ijarah:16)
Hadist
mengenai surah al-Fatihah dapat digunakan untuk mengobati, menyuwuk, atau
meruqyah memang tidak salah. Namun akan menjadi salah ketika kita membuat-buat
sendiri tata cara pengamalannya. Seperti misalnya menuliskan ayat-ayat surah
al-Fatihah pada selembar kertas kemudian di bungkus kain dan digunakan sebagai
jimat keberuntungan atau penolak bala. Karena sesungguhnya perbuatan seperti
itu adalah upaya untuk menandingi syariat yang telah dibawa oleh Rasulullah
SAW. Seolah-olah ajaran Rasulullah masih perlu penyempurnaan kembali akhirnya
muncullah bebagai bid’ah, salah satu contonya adalah sebagai berikut:
“Iyyaka Na’budu” Tulisan
tersebut dipercaya dapat membasmi tikus, hama wereng, celeng atau babi hutan.
Jika ingin sawah atau kebun terhindar dari hama tikus atau celeng, maka ayat
“Iyyaka Na’budu” tersebut ditulis pada kertas dan dimasukkan kedalam bambu,
kemudian ditancapkan pada sudut sawah. Insya Allah tidak akan ada hama tikus
atau celeng/babi hutan. (kampussamudrailmuhikmah.wordpress.com:2012)
Makna dari
“Iyyaka Na’budu” adalah sebuah penghambaan yang tinggi dari seorang hamba
kepada Tuhannya dengan menjadikan ibadah hanya kepada-Nya. Namun mengapa bisa
ditafsirkan sangat rendah dengan media binatang yang paling menjijikkan dan
termasuk hewan yang telah dilaknat dan dinajiskan oleh Allah. Telah jelas pada
firman Allah dalam surat al-An’am ayat 68 yang artinya, “Dan apabila kamu
melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah
mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan lain. Dan jika syetan
menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama
orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).”, bahwa hal
semacam itu merupakan perkara yang buruk dan wajib dijauhi.
Ritual-ritual
seperti itu merupakan kecerobohan yang dapat membaurkan antara apa yang
diperbolehkan dengan apa yang dilarang. Sesungguhnya dalam memahami sesuatu apapun
kita perlu berhati-hati agar antara niat dan apa yang kita perbuat sama-sama
baik serta diridhai oleh Allah.
Ayat-ayat
al-Fatihah memang merupakan penyembuh, namun tidak menutup kemungkinan bisa
menjadi sesuatu yang menjerumuskan. Bukan ajarannya yang salah, namun
oknum-oknum tertentulah yang seringkali membelokkan apa yang sudah lurus. Jika
memperlakukan ayat al-Quran seperti itu, sama saja dengan memperlakukannya
sebagai jimat yang akan mendatangkan sesuatu atau mengabulkan pengharapan. Hal
ini benar-benar telah mengarah kepada kemusyrikan karena sudah memohon
pertolongan kepada selain Allah, walaupun media yang digunakan adalah kalam
Allah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat penulis
simpulkan bahwa:
1.
Surah al-Fatihah adalah Ummul Quran dan Ruhnya
al-Quran karena di dalamnya terkumpul macam-macam pujian dan sifat-sifat yang
tinggi bagi Allah, penetapan tentang kerajaan dan kekuasaan Alah, adanya hari
kiamat dan hari pembalasan, tentang ibadah dan niat, macam-macam tauhid dan
beban syari’at, serta mengandung doa paling utama dan permintaan yang paling
mulia, yaitu permintaan agar diselamatkan dari jalan orang-orang yang menentang
dan tersesat menuju jalan orang-orang yang berilmu dan mengamalkannya.
2.
Membaca surah al-Fatihah ditiap rakaat shalat
merupakan penentu sah dan tidaknya shalat tersebut.
3.
Tidak ada seorangpun yang meriwayatkan tentang
Rasulullah yang diam setelah selesai membaca surah al-Fatihah dengan tujuan
agar makmum dapat membaca surah al-Fatihah, maka dapat diketahui bahwa
pernyataan tersebut adalah salah dan tidak disyariatkan oleh Rasulullah.
4.
Ayat-ayat al-Fatihah memang merupakan penyembuh,
namun tidak menutup kemungkinan bisa menjadi sesuatu yang menjerumuskan. Bukan
ajarannya yang salah, namun oknum-oknum tertentulah yang seringkali membelokkan
apa yang sudah lurus.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari, H., Drs. 2012. Mustasyar
MWC NU Mengupas Tuntas Tradisi Kirim Fatihah. Surabaya:laa Tasyuki Press.
Sumber Gambar: nomor2.blogspot.com/