Manusia
sebagai makhluk yang berfikir (berakal) dan berillmu pengetahuan, ia selalu
mencari dan menciptakan segala sesuatunya untuk memenuhi kebutuhan hidup di
muka bumi ini. Dengan akal fikiran dan pengetahuan itulah
ia kemudian mampu menciptakan suatu peradaban. Dan dengan perdaban
tersebut, terlahirlah corak tatanan masyarakat dengan karakteristik yang
berbeda-beda dalam tiap tahap perkembangan sejarahnya. Secara empiris,
peradaban mengalami perubahan dan perkembangan pada suatu Sistem masyarakat
dalam konteks sejarahnya.
Pada
jaman primitive (prasejarah) dimana manusia masih secara sederhana dalam
kelompok-kelompok kecilnya, manusia bekerja secara kolektif (bersama-bersama)
hanya untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan komunenya (kelompoknya). Sistem
masyarakat pada komune primitive ini lebih mengutamakan Sistem kolektif. yaitu
adanya hak milik bersama atas alat-alat produksi, distribusi kerja yang
menyeluruh dan pembagian hasil-hasil produksi yang adil dan merata. Jelas pada
pada jaman ini tidak ada kepemilikan secara pribadi atas alat-alat produksi dan
tidak pula memunculkan klas-klas antagonis (klas yang saling bertentangan) yang
akhirnya mengakibatkan eksploitasi (penghisapan) dari manusia atas manusia.
Namun seiring perkembangan waktu, alat-alat produksi kemudian mulai dimonopoli
oleh beberapa orang saja yang menguasai hajat hidup orang banyak. Konsekuensi
logis dari kepemilikan alat-alat produksi secara monopoli tersebut
mengakibatkan terbaginya klas-klas (terbaginya kelompok) di masyarakat. Yaitu
klas minoritas yang menguasai alat produksi dan klas yang tidak memiliki alat
produksi (klas mayoritas). Pada saat itulah akhirnya, masyarakat terbagi
menjadi klas-klas yang antagonistik, yaitu klas yang penindas/penghisap
(minoritas yang menguasai alat produksi) dan klas tertindas/terhisap (mayoritas
yang tak memiliki alat produksi). Dengan demikian, sejarah yang menggerakkan
Sistem dalam masyarakat secara dialektis adalah sejarah perjuangan klas, dimana
klas satu akan dikalah oleh klas lain untuk melahirkan klas baru, dan
seterusnya.
Secara
garis besar, tahapan-tahapan sejarah perkembangan masyarakat dalam konteks
perjuangan klas menurut Karl Marx sampai hari, adalah sebagai beriku
:
Komune Primitive ----- Perbudakan -----
Feodalisme ----- Kapitalisme
Sejarah
perkembangan masyarakat telah mengantarkan pada manusia hingga pada beberapa
abad terakhir ini yang telah mendominasi seluruh aspek kehidupan, Sistem
tersebut adalah KAPITALISME. Sistem Kapitalisme ini adalah jantung (inti)
dari penindasan bagi klas Proletar (klas buruh, tani, kaum miskin kota,
nelayan, dll).
B. PRAWACANA
Eksistensi
dari sebuah peradaban aktualisasi (perwujudan) dari keseluruhan komponen dasar
Sistem masyarakat sedang berlaku. Basis kehidupan materiil terutama
Sistem ekonomi (infra-strutur) memberi landasan bagi bentu-bentuk pranata
(struktur Sosial) dalam masyarakat , yang pada akhirnya akan melahirkan
berbagai nilai-nilai dan tatanan kesadaran kolektif (supra-struktur).
Untuk
dapat hidup dan mempertahan kehidupannya, manusia pertama-tama harus memenuhi
kebutuhan materiilnya, hal ini hanya bisa dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
yang bertujuan untuk menciptakan sarana-sarana pemuas kebutuhan, yaitu
kegiatan produksi. Dalam Proses produksi inilah, manusia menggunakan
dan mengembangkan alat-alat produksi (alat-alat kerja dan objek
kerja) disampingtenaga kerjanya sendiri, dari mulai tangan, kapak, palu,
cangkul hingga komputer serta mesin-mesin modern seperti sekarang
ini. Alat-alat produksi (ada teknologi di dalamnya) dan tenaga
kerja manusia (ada pengalaman, ilmu pengetahuan) yang tidak pernah surut,
melainkan terus maju, disebut tenaga produktif masyarakat, yaitu
kekuatan yang mendorong perkembangan masyarakat.
Basis
kehidupan materiil (Sistem ekonomi) tersebut, pada perkembangannya membentuk
suatu yang di atasnya berbagai institusi Negara, institusi Sosial, konsepsi
hukum, tata nilai serta elemen socio-culture yang lain dikembangkan.
Dalam
suatu aktivitas proses produksi guna memenuhi kebutuhannya, manusia berhubungan
dengan manusia lain. Karena proses produksi selalu merupakan hasil saling
hubungan antar manusia, maka sifat dari produksi juga bersifat Sosial. Saling
hubungan antar manusia dalam suatu proses produksi ini disebut
sebagai Hubungan Sosial Produksi. Dari kegiatan produksi ini muncul
kegiatan berikutnya yaitu distribusi dan pertukaran barang. Hubungan Sosial
produksi dalam sebuah masyarakat bisa bersifat kerja sama atau bersifat
eksploitasi (penghisapan). Hal ini tergantung siapakah yang memiliki atau
menguasai seluruh alat-alat produksi.
Hubungan
Sosial produksi dan tenaga produktif (alat-alat produksi dan tenaga kerja)
inilah yang kemudian membentuk cara atau corak produksi (mode
of product)dalam suatu masyarakat. Misalnya corak produksi Komune
primitive, perbudakan, feodalisme dan kapitalisme. Perubahan yang terjadi dari
suatu corak produksi tertentu ke corak produksi yang lain terjadi akibat
berkembangnya tenaga produktif dalam suatu masyarakat, yang akhirnya mendorong
hubungan produksi lama tidak dapat dipertahankan lagi dan menunutut adanya
hubungan produksi lain. Inilah hukum dasar sejarah masyarakat dan merupakan
sumber utama dari semua perubahan Sosial yang ada.
a.
Pengertian
Kapitalisme
Kata
kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang
dimaksud modal adalah alat produksiseperti misal tanah, dan uang. Dan kata isme
berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu
ajaran atau paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur dengan
Kapitalisme,
adalah sebuah nama yang diberikan terhadap Sistem Sosial dimana alat-alat
produksi (tanah, uang, pabrik-pabrik dll) dikuasai oleh segelintir orang yaitu
klas kapitalis (pemilik modal). Jadi klas kapitalis adalah klas borjuis yang
hidup dari kepemilikannya atas alat-alat produksi. Sementara klas lain, yaitu
klas buruh yang tidak menguasai alat-alat produksi, hidup dengan bekerja
(menjual tenaga kerjanya) kepada klas kapitalis untuk mendapatkan upah.
Pemahaman
atau definisi kapitalisme seperti di atas, juga diberikan oleh Max Weber.
Ia mendefinisikan Kapitalisme sebagai Sistem produksi komoditi berdasarkan
kerja berupah untuk menjual dan diperdagangkan guna mencari
keuntungan. Ciri produksi berdasarkan kerja upah buruh itu merupakan karakter
mendasar dari kapitalisme. Bagi Weber, ciri yang lebih fundamental dari
kapitalisme adalah terletak pada Sistem pertukaran di pasar, atau yang biasa
disebut dengan mekanisme pasar. Sistem mekanisme pasar
ini membawa kosekuensi logis pada proses rasionalisasi yang mengacu
pada bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan kata lain,
bagaimana melakukan akumulasi capital (penumpukan modal) secara terus menerus.
Sedangkan akumulasi capital ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi barang
atau jasa yang lebih menguntungkan (more profitablae). Keuntungan inilah yang
secara dominant bagi rasionalitas teknologi.
Sedangkan
bagi Karl Marx, kapitalisme adalah suatu bentuk masyarakat
klas yang distrukturasikan (dibangun) dengan cara khusus dimana
manusia diorganisasikan untuk produksi kebutuhan hidup.
Menurut
pengertian yang dibuat Lorens Bagus, kapitalisme berasal dari bahasa
Inggris, Capitalism atau kata latin, Caput yang berarti
kepala. Jadi kapitalisme sendiri adalah Sistem perekonomian yang menekankan
peranan capital atau modal. Poin-poin penting yang digunakan untuk mengartikan
kapitalisme adalah : pertama, kapitalisme adalah ungkapan kapitalisme
klasik yang dikaitkan dengan apa yang dimaksud oleh Adam Smith sebagai
permainan pasar yang memiliki aturan sendiri.Kedua, kapitalisme merupakan
ungkapan Prancis Laisser-fair, Laisser passer, yang menekankan sebuah
pandangan bahwa dalam Sistem ini, kepentingan-kepentingan ekonomi harus
dibiarkan berjalan sendiri agar perkembangannya berlangsung tanpa pengendalian
atau campur tangan Negara dan dengan regulasi seminim mungkin.Ketiga,
kapitalisme adalah ungkapan Max Weber bahwa ada keterkaitan antara bangkitnya
kapitalisme dan protestantisme. Jadi kapitalisme merupakan bentuk sekuler
dari penekanan protestantisme pada individualisme dan keharusan mengusahakan
keselamatannya sendiri.
Dari
uraian diatas, dapat dipahami apa itu kapitalisme, secara ringkas kapitalisme
adalah suatu Sistem yang memungkin beberapa minoritas/individu untuk menguasai
sumberdaya produktif vital – modal/capital – yang digunakan untuk memproduksi
komoditas (barang dagangan) dengan tujuan mendapatkan profit (keuntungan)
b.
Teori
Dasar Kapitalisme
Dalam
membahas dasar teori ekonomi kapitalisme, maka kita tidak akan lepas dari
sosok Adam Smith dengan karyanya yang terkenal, The wealth of
Nation tahun 1776, yang kemudian pijakan dasar dari pandangan kapitalisme.
Itulah mengapa banyak ekonom lantas menjuluki Adam Smith adalah Bapak
Kapitalisme. Salah satu hal yang sangat penting dalam membahas teori dasar
kapitalisme adalah dengan membahas ataupun mengetahui teori dasar dari konsep
the wealth of nation tersebut, yaitu memaksimal keuntungan individu melalui
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan publik.
The
wealth of nation-nya Adam Smith tersebut, pada hakikatnya menginterpretasikan
lima prinsip dasar dari kapitalisme murni, yaitu :
1.
kapitalisme adalah pengakuan penuh pada
hak milik perorangan atau individu (privatisasi) tanpa batas-batas tertentu.
2.
Kapitalisme merupakan pengakuan akan hak
individu untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan tujuan meningkatkan status
Sosial ekonomi.
3.
Kapitalisme mengisyaratkan pengakuan
adanya dorongan atau motivasi ekonomi dalam bentuk semangat untuk
meraih keuntungan sebanyak-banyanya (profit oriented)
4.
Kapitalisme adalah pengakuan akan adanya
kebebasan melakukan persaingan dengan individu lain (freedom of competition)
5.
Kapitalisme adalah pengakuan berlakunya
hukum ekonomi pasar bebas atau mekanisme pasar. Pengakuan inilah yang kemudian
dianggap sebagai manifestasi dari konsep Laisser fair, Laisser passer, sebuah
konsep yang akrab dalam perbincangan mengenai dasar teori kapitalisme. Dengan
menyerah semua kegiatn ekonomi pada mekanisme pasar (invisible hands), berarti
diharuskan tidak adanya campur tangan dan regulasi dari pemerintah.
·
Komoditas
(Barang Dagangan)
Peradaban
masyarakat dimana kapitalisme berkuasa, tercermin dari adanya suatu akumulasi
komoditas yang sangat besar atau luas. Oleh karena itu, penelaan kita harus
dimulai dengan analisis terhadap komoditas.
Komoditas,
bila dilhat, pertama-tama adalah suatu objek atau benda yang berada diluar
kita, sesuatu yang karena sifat dan karakteristiknya, dapat memuaskan kebutuhan
manusia. Kegunaan suatu barang yang menyebabkan barang tersebut
memiliki nilai pakai. Sedangkan di dalam relasi Sosial, dimana di
dalamnya terdapat suatu pola distribusi dan pertukaran, maka di dalam relasi
seperti itu muncullah nilai tukar dari barang-barang yang diproduksi.
Semua barang yang memiliki nilai tukar sehingga dapat diperdagangkan itulah
yang dinamakan komoditas. Dan pasar adalah tempat terjadinya transaksi
pertukaran (jual beli) komoditas-komoditas tersebut. Kemunculan nilai tukar dan
pasar pada akhirnya memicu terciptanya suatu alat tukar, yaitu uang, dimana
uang inilah yang menyatakan nilai tukar dari suatu komoditas dengan komoditas
yang lain.
Pada
Sistem kapitalisme, uang tidak hanya menyatakan nilai-tukar (uang sebagai alat
tukar) dari suatu komoditas belaka, tetapi juga sebagai alat penyimpan
kekayaan. Selanjutnya, uang bisa menjadi komoditas, dan juga bisa menjadi
capital (modal). Begitu pula halnya dengan komoditas, ia bisa menjadi kapaital.
Dalam
Sistem kapitalisme, komoditas diproduksi untuk dijual dengan tingkat laba
tertentu, dengan kata lain, komoditas ini diproduksi bukan untuk digratiskan.
Siapapun yang mampu membelinya, maka dialah yang berhak mengkonsumsi
nilai-pakainya, dan sebaliknya, jika tak mampu membelinya, maka seseorang tak
memiliki hak apapun atas barang yang diperjual belikan tersebut.
Dan
walaupun terjadi surplus produksi, maka stock barang yang berlebihan tersebut
tidak lantas dibagi-bagikan secara Cuma-Cuma, tapi akan tetap dibiarkan sampai
ada mau membelinya, atau malah dihancurkan untuk menaikkan harga jualnya.
Seperti halnya produksi roti yang berlebihan, sehingga pada akhirnya roti-roti
tersebut tetap dibiarkan busuk menjamur di Supermarket-supermaket megah,
padahal masyarakat disekitarnya seperti gelandangan-gelandangan sedang
kelaparan.
Dalam
Sistem ini, apapun yang nilai pakai dan nilai tukar dapat dijadikan sebagai
komoditas, mulai dari tanah, air, listrik, minyak, jasa, bahkan tenaga kerja
atau pendidikan. Pendek kata, segala sesuatu yang memiliki nilai-guna dan
nilai-tukar, maka tersedia sebuah label harga padanya. Dan semua komoditas
tersebut, dengan tanpa belas kasihan, menetapkan hukum kapitalis yang sama,
“ No pay, No use”. Komoditas tidas lagi diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan umat manusia, tapi semata-mata untuk dijual guna mendapatkan
keuntungan maksimal.
·
Kapital
(Modal)
Kapital
(modal) terdiri dari segala macam bahan-bahan mentah, perkakas-perkakas kerja
(mesin-mesin, computer dll) dan bahan-bahan kebutuhan hidup yang diginakan
untuk menghasilkan bahan mentah yang baru, perkakas kerja yang baru dan
kebutuhan hidup yang baru.
Namun
capital adalah sesuatu yang spesifik, ia muncul dalam relasi produksi tertentu
dan relasi Sosial tertentu pada masyarakat dalam tingkat perkembangan
kesejarahannya yang tertentu pula. Mesin pemintal kapas adalah tetap mesin
pemintal kapas, hanya dalam hubungan-hubungan tertentu ia menjadi capital.
Lepas dari hubungan-hubungan ini, ia bukanlak capital. Sebagaimana dengan emas
itu bukanlah uang atau gula bukanlah harga gula.
Oleh
karenanya, capital adalah juga suatu hubungan produksi dalam keseluruhannya
(hubungan Sosial). Ia adalah hubungan produksi borjuis, Suatu hubungan
dalam masyarakat borjuis. Bahan-bahan kebutuhan hidup, perkakas-perkakas kerja,
bahan-bahan mentah yang menjadikan capital itu diproduksi dan diakumulasi serta
digunakan untuk produksi baru, hanya ada di dalam syarat-syarat tertentu, dan
di dalam hubungan-hubungan tertentu. Dan justru watak Sosial yang tertentu
itulah yang mengubah barang-barang hasil yang digunakan untuk produksi baru itu
menjadi kapital. Oleh karenanya, untuk menjadi kapitalis, orang tidak saja
harus mempunyai kedudukan perseorangan semata-mata, tetapi juga harus memiliki
kedudukan Sosial dalam produksi.
Kapital
adalah suatu hasil kolektif, dan ia hanya dapat digerakkan oleh tindakan
bersama dari banyak anggota, bahkan dari itu, pada tingkat terkhir, ia hanya
dapat digerakkan oleh tindakan bersama dari semua anggota masyarakat.
Sirkulasi
Komoditas Dan sirkulasi Modal
Kapitalisme
berbeda cukup jauh jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk awal produksi
komoditi (corak komoditi pra kapitalisme). Bentuk-bentuk awal ini merupakan
pola produksi komoditi sederhana. Dalam produksi pra-kapitalisme, prosusen
menghasilkan komoditas, menukarkan dengan uang yang sebanding, dan kemudian
menggunakan uang tersebut untuk membeli komoditas lain yang sebanding pula.
Oleh karena itu, pola produksi sederhana tersebut dapat diterjemahkan dengan:
C—M—C
(Commodity—Money—Commodity)
Disini
dapat dilihat bahwa uang hanya menjadi alat tukar dalam sirkulasi komoditas di
pasar (tempat jual beli). Namun dalam perkembangan selanjutnya, pola produksi
ini akhirnya berubah dan digantikan Sistem baru yaitu kapitalisme.
Dalam
pola produksi kapitalisme, seorang pemilik modal mulai dengan uang yang
dimilikinya (modal/ kapitalnya), modal tersebut kemudian digunakan untuk
menjalankan proses produksi yang menghasilkan komoditas, selanjutnya komoditas
tersebut dijual di pasar untuk mendapatkan sejumlah uang. Namun uang yang di
dapat dari penjualan komoditas tersebut lebih tinggi nilainya dari pada uang sebelum
proses produksi. Pola sirkulasi kapital dalam hal ini dapat diwakili dengan:
M—C—M1
(Money—Commodity—Money1)
(M1 > M)
Kenaikan
nilai dari uang kapitalis (selisih antara M1 dengan M) di dapat dari
adanya nilai-lebih (surplus value) dan seiring dengan terus berjalannya
sirkulasi tersebut, modal si kapitalis juga semakin bertambah sehingga
menyebabkan terjadinya akumulasi.
C. STRUKTUR PENINDASAN KAPITALISME
Nilai lebih (surplus value)
Nilai
lebih (surplus value) tidak dapat muncul dalam sirkulasi komoditas (jual beli
dipasar) semata-mata. Hal ini karena dalam mekanisme pasar, komoditas dijual
menurut nilainya, dan oleh karena itu, pasar akan selalu menetapkan bahwa
pertukaran komoditas selalu ekuivalen (sebanding). Maka, nilai-lebih tidak
muncul dalam hubungan antara pembeli dan penjual (hubungan perdagangan).
Lalu, dari manakah asal ketergantungan
si kapitalis atau selish antara M1 dengan M ?
Keuntungan
si kapitalis sudah barang tentu di dapat dari akumulais nilai-lebih. Sedangkan,
karena nilai-lebih tidak muncul dalam hubungan jual-beli komoditas, maka,
pastilah nilai-lebih tersebut sudah ada dalam suatu komoditas sebelum ia berada
dalam hubungan jual-beli, artinya tindakan menjual dan membeli hanyalah
realisasi atau aktualisasi nilai-lebih yang sebenarnya sudah ada di dalam
komoditas tersebut.
Selanjutnya,
pertanyaan yang dapat muncul adalah : dalam proses seperti apakah nilai-lebih
itu tercipta ?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya kita terlebih dahulu menganalisa
bagaimana suatu komoditas diciptakan Suatu komoditas yang dijual dipasar
diciptakan melalui suatu proses produksi, yang mana dalam proses produksi
tersebut terjadi kegiatan perekayasaan terhadap factor-faktor produksi untuk
menghasilkan suatu komoditas dengan nilai tertentu sebagai hasil (produk)
akhirnya.Di sisi lain, factor-faktor produksi juga merupakan komoditas,
sehingga komoditas yang dihasilkan dari proses produksi berasal dari
factor-faktor produksi yang juga merupakan komoditas pula. Nilai factor-faktor
produksi tersebut merupakan parameter perhitungan biaya produksi, dan harga
jual suatu produk-akhir dari proses produksi (nilai komoditas) ditentukan
berdasarkan perameter tersebut. Dalam proses produksi, factor-faktor produksi
bisa menjadi komoditas dengan nilai baru hanya jika dikenai kerja manusia, maka
tanpa dikenai kerja manusia, factor-faktor produksi tersebut hanyalah tumpukan
benda mati yang tak berguna. Hanya manusia dengan tenaga kerjanyalah yang dapat
menciptakan berbagai komoditas dengan nilainya, bukannya mesisn-mesin atau
bahanbahan baku, karena dalam kenyataannya kita tidak pernah menemui bahwa
sehelai kain dapat menjahit dirinya sendiri menjadi pakaian. Hal ini mengandung
suatu pengertian yang sangat penting, bahwa tenaga-kerja adalah elemen yang
sangat fundamental dalam proses produksi komoditi.
Dalam
Sistem kapitalis, tenaga-kerja juga merupakan komoditas, dan dalam proses
produksi kapitalis, tenaga kerja ter-reduksi menjadi factor produksi yang
sederajat dengan factor-faktor produksi yang lain, seperti; bahan baku dan
mesin-mesin. Dan sebagaimana factor-faktor produksi lain, tenaga-kerja didapat
dari hubungan jual-beli (pasar tenaga-kerja), dan nilai tenaga kerja tersebut
ditentukan selayaknya sebuah komoditas (barang dagangan). Nilai tenaga kerja
dalam relasi perdangangan tenaga-kerja antara buruh dan kapitalis muncul dalam
bentuk upah buruh ditentukan berdasarkan standart hidup minimumnya, yang
nilainya setara dengan sarana-sarana pemuas kebutuhan hidup minimumnya, yang
memungkinkan buruh dapat terus bekerja si kapitalis dalam selang waktu
tertentu. Jadi upah yang dibayarkan oleh kapitalis bukanlah berdasarkan berapa
besar jumlah barang dan keuntungan yang diperoleh kapitalis.
Seperti
kita lihat sebelumnya, bahwa hanya factor produksi tenaga-kerjalah yang dapat menciptakan
nilai komoditas, dan factor produksi tenaga-kerja ini dibeli oleh si kapitalis
selayaknya sebagai sebuah barang dagangan. Dan setelah si kapitalis membeli
tenaga-kerja buruh, si kapitalis mengkonsumsinya dengan menyuruhnya bekerja
guna menciptakan produk (komoditas), dan si kapitalis menjual produk akhir
hasil kerja buruh dengan nilai yang sudah dinaikkan oleh tenaga-kerja tersebut.
Maka,
jelaslah kini bagi kita, bahwa nilai-lebih suatu komoditas pasti berasal dari
suatu factor produksi yang dapat dibeli lebih rendah daripada nilai penuhnya,
suatu factor produksi yang dapat menciptakan nilai yang melebihi nilainya
sendirir, yaitu: tenaga-kerja, suatu factor produksi yang hanya terdapat pada
para buruh, yakni manusia kongkret yang berdarah-daging beserta seluruh daya
ciptanya, inisiatifnya, dan kretifitasnya, yang terpaksa “menjual dirinya”
kepada pihak kapitalis untuk bertahan hidup.
Nilai-nilai
tercipta karena si kapitalis membayar kurang dari nilai penuh tenaga
kerja yang ia beli. Sehingga dapat dikatakan, bahwa dalam Sistem kapitalaisme,
nilai-nilai berakar dalam hubungan upah antara kapitalis dan buruh,
dimana buruh dipaksa bekerja melebihi kebutuhan waktu kerja. Kebutuhan
waktu kerja itu sendiri adalahnya lamanya waktu yang diperlukan untuk menciptakan
nilai komoditas yang setara dengan nilai tenaga kerja buruh (upahnya).
Maka,
bila kebutuhan waktu kerja sebagai contoh misalnya 6 jam, tapi buruh
dipekerjakan selama 12 jam, maka buruh yang bekerja 6 jam melebihi kebutuhan
waktu kerja inilah yang disebut sebagai kelebihan waktu kerja. Kelebihan waktu
kerja tersebut buruh menciptakan nilai-nilai lebih yang tidak dibayar padanya,
dan semata-mata menjadi milik si kapitalis sebagai keuntungannya.
Bila,
setelah menyelesaikan kebutuhan waktu kerja (6 jam, seperti dalam contoh) buruh
berhenti bekerja, maka sebenarnya antara si buruh dan si kapitalis telah impas,
karena buruh telah menyelesaikan tugasnya, yaitu menciptakan nilai komoditas
yang setara dengan nilai tenaga kerjanya (upahnya), dan pastilah tidak ada
nilai-lebih yang tercipta, dengan kata lain tidak ada profit bagi si kapitalis.
“Tapi
tunggu dulu…!” teriak si kapitalis, “Saya telah membeli buruh untuk bekerja
selama 12 jam, dan 6 jam hanyalah setengahnya, maka teruslah bekerja selama 6
jam sisanya…!”. Dan dalam kenyataanya, buruh terpaksa harus memenuhi kontraknya
yang telah dibuatnya di bawah kondisi-kondisi yang tidak menguntungkannya, dan
lebih cenderung lebih menguntungkan si kapitalis.
Kapitalis
dapat membeli tenaga kerja buruh kurang dari nilai penuhnya karena mereka
memilki kekuatan ekonomis. Mereka menguasai sarana-sarana produksi, dan buruh,
karena tidak tidak memiliki factor-faktor produksi selain tenaga kerjanya
sendiri, terpaksa harus menjual tenaga kerjanya tersebut kepada si kapitalis di
bawah kondisi-kondisi yang cenderung merugikannya.
Melakui
eksploitasi upah inilah, si kapitalis dapat menghisap nilai lebih yang tidak ia
bayarkan kepada buruh, yang pada akhirnya memungkinkannya untuk dapat
mengakumulasi keuntungan dan melakukan ekspansi bisnis.
Alienasi (Keterasingan)
Dalam
Sistem kapitalisme, tenaga kerja menjadi barang dagangan (komoditas). Hubungan
yang terjadi antara kapitalis dan buruh adalah hubungan jual-beli tenaga kerja
atau hubungan upah. Buruh bekerja di bawah control si kapitalis, sedangkan
produk akhir dari proses produksi sepenuhnya menjadi milik si kapitalis. Di
samping itu, keuntungan kapitalis didapat dari eksploitasi terhadap
buruh. Situasi ini pada akhirnya melahirkan kondisi alienasi (keterasingan) yang
bersifat dehumanisasi (Tidak memanusiakan manusia).
Di
bawah kapitalisme, manusia di alienasikan dari pekerjaannya, dari barang yang
dihasilnya, dari manusia yang menjadi majikannya, dari manusia yang menjadi
rekan kerjanya, dan dari kemanusiaan diri mereka sendiri. Dengan kata lain,
hubungan manusia-manusia tersebut bukan lagi menjadi hubungan krmanusiaan, tapi
hubungan yang semata-mata dinyatakan dngan upah.
Buruh
tidak dengan sukarela menjual tenaga-kerjanya dengan harga yang minimum, tapi
terpaksa melakukan hal tersebut karena harus bertahan hidup, dank arena ia
terpaksa harus bersaing dengan mayoritas besar buruh-buruh yang lain. Sehingga
pada akhirnya, ia harus menerima kenyataan pahit bahwa tenaga kerjanya dihargai
seminim itu.
Buruh
menjual tenaga kerjanya pada pihak kapitalis, dimana tenaga kerjanya tersebut
tak lain hanya ada pada totalitas dirinya, tubuhnya beserta daya-ciptanya,
potensi kreatifnya, dengan kata lain ia telah menjual dirinya sendiri, dan
lebih jauh lagi hal ini berarti ia menjual hidup beserta kehidupannya.
Buruh
terjerat dalam kungkungan kapitalis dan ia tidak dapat meninggalkan seluruh
“klas pembeli” (klas kapitalis), karena satu-satunya sumber penghidupannya
adalah penjualam tenaga kerjanya. Maka, jika ia meningglakan seluruh “klas
pembeli” tersebut, konsekuensinya ia juga harus aaaaaa meninggalkan
kehidupannya, dan jika beruntung ia hanya akan berada dalam baying-bayang
kelaparan dan kemelaratan serta terlempar ke dalam dasar jurang terdalam dari
stratifikasi Sosial, berkumpul bersama sampah masyarakat yang lain.
Setelah
dibeli si kapitalis, buruh dianggap berguna hanya selama ia mampu untuk
gemilang, namun kesemuanya itu diperuntukkan bagi kaum berpunya, sedangkan
kekayaan yang diperuntukan oleh kaum buruh hanyalah upah, tidak lebih dari pada
upah, dan yang pasti beserta bonus eksploitasi nilai-lebih.
Seorang
buruh, bekerja untuk hidup. Ia malah tidak menghitung pekerjaanya sebagai
kehidupannya, kain sutera yang ditenunnya, emas yang ditambangnya, tidak pula
istana yang dibangunnya. Yang dihasilkan bagi dirinya sendiri hanyalah upah –
sekali lagi, tak lebih dari pada upah, sehingga kain sutera, emas,
istana-istana hasil karyanya tersebut menjelma dalam bentuk segelintir
kebutuhan hidup minimum yang setara dengan gubuk sempit yang dihunuinya. Dan si
buruh yang menenun, memintal, menambang, membangun atau berkuli selama 12 jam,
16 jam, 18 jam bahkan lebih, tidak menjadikan kesemua pekerjaaan tersebut
sebagai manifestasi klehidupannya. Malah sebaliknya, kehidupannya baru dimulai
begitu pekerjaan-pekerjaan tersebut telah selesai, yaitu di meja makan, di
warung-warung, di rumah, di ruang keluarga, di depan televise, di tempat
tidurn.
Betapa
sebuah bentuk penindasan yang nyata, untu wanita-wanita muda Indonesia atau
Amerika Latin yang dilukiskan dalam tulisan-tulisan Naomi Klein, dimana mereka
menjahit busana elegan yang tak pernah mereka sanggup beli dengan upah mereka
sebesar sedolar sehari, atau kaum tani India yang tergusur oleh perusahaan
kapitalis guna menghasilkan bahan makanan yang tidak mungkin akan dinikmati
oleh para petani tersebut, ataupun kaum buruh pabrik baja di Amerika yand diPHK
karena industri mereka menghasilakan terlalu banyak baja.
D. WATAK DASAR KAPITALISME
Kapital
menuntut kapitalis untuk terus mengakumulasi modal melalui eksolitasi buruh,
untuk menjadi kaya, kaya sekaya-kayanya, untuk menjadi semakin kaya lagi, dan
tidak lagi kata cukup untuk menambah kekayaan. Ini semua bukalah persoalan
Si kapitalis serakah atau rakus, karena Si kapitalis adalah orang yang tidak taat
agama, orang cina, orang Amerika, jepang, korea, Arab dan lain-lain…SEMUA ORANG KAPITALIS ADALAH SAMA.
Karena memang watak ini bukan karena adanya tuntutan keserakahan dari
individu-individu kapitalis, melainkan tuntutan dari cara kerja Sistem
kapitalisme yang menuntut setiap kapitalis untuk menjadi demikian.
a.
Eksploitasi
Alienasi
dan penghisapan nilai-lebih merupakan suatu bentuk eksploitasi dalam tubuh
kapitalisme. Eksploitasi merupakan sesuatu yang melekat dalam tubuh kapitalisme
sejak awal kemunculannya. Dan karena eksploitasi inilah Sistem tersebut dapat
bertahan hingga sekarang.
Monopoli
atas alat-alat produksi yang dinikmati oleh minoritas memungkinkan mereka
membayar sebuah upah untuk tenaga kerja yang kurang dari nilai yang dihasilkan
oleh para pekerja. Sehingga kaum pemilik alat-alat produksi mendapatkan sebuah
nilai-lebih dari jerih payah kaum pekerja. Nilai-lebih tersebut menjadi sumber
profit, dividend an bunga.
Di
saat yang sama, perusahaan-perusahaan yang dimliki oloh kaum minoritas tersebut
sedanng saling bersaing. Akibatnya, setiap perusahaan berusaha untuk tumbuh
lebih cepat dari para pesangannya. Hal itu hanya dapat dilalakukan cara
senantiasa memaksimalkan nilai-lebihnya, dengan semakin menghisap kaum pekerja.
Sebagai kosekuensinya timbullah sebuah fenomena yang sama sekali kontrdiktif
bahkan absurd : terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak ada sangkut pautnya
dengan peningkatan kemakmuran rakyat. Dan ksemua bentuk penindasan tersebut
berdiri tegak di atas fondasi eksploitasi atas manusia.
Di
samping eksploitasi terhadap buruh, Sistem ini juga melakukan eksploitasi
terhadap alam, sehingga menyebabkan kerusakan alam yang parah. Kapitalis tidak
memperdulikan apakah penebangan hutan perlu dibatasi, satwa liar perlu dilindungi,
ekosistem manusia perlu ialah seberapa banyak keuntungan yang didapatkannya.
b.
Akumulasi
Kepemilikan
alat-alat produksi dipergunakan untuk menghasilakan barang-barang untuk dijual
ke pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan
kembali untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, dijual ke
pasar, dapat untung, begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan
bahwa tujuan dari kapitalisme adalah untuk mengakumulasi capital (modal)
secara terus menerus. Di sisi lain, para kapitalis yang lebih besar
mengalahkan kapitalis yang lebih kecil di pasaran atau mengambil alih bisnis
mereka, dan ini menyebabkan proses konsentrasi dan sentralisasi capital.
Para pemilik
modal berlaku sebagai penyelenggara proses akulasi, dan ia adalah klas yang
paling diuntungkan dengan adanya proses tersebut. Dan mereka tidak mempunyai
pilihan lain kalau ingin tetap menjadi pemilik modal. Seandainya mereka tidak
berhasil mengakumulasi profit yang setara dengan profit para kapitalis lain,
mereka akan kalah bersaing sehingga harus gulung tikar atau menjual perusahaan
mereka pada para kapitalis lain itu. Untuk tetap bertahan dalam Sistem ini,
maka kaum kapitalis harus senantiasa memaksimalkan akumulasi keuntungan, yang
nota-benenya didapat dari eksploitasi terhadap klas buruh.
c.
Ekspansi
Dengan
adanya akumulasi keuntungan yang tak terhingga, dan dengan adanya kompetisi
diantara para kapitalis, maka kapitalis harus senantiasa merambah
wilayah-wilayah baru yang belum terjamah. Hal ini menyebabkan suatu proses
kapitalisasi disegala bidang masyarakat. Komodifikasi terhadap setiap sendi
kehidupan yang memungkinkannya untuk menyadap nilai-lebih.
Kapitalisasi
juga dapat berupa perluasan pasar dan perluasan daerah eksploitasi. Modal harus
ada di mana-mana dan dengan leluasa mengalir tanpa hambatan. Dalam persaingan
antar kapitalis, hanya dengan pasar yang luas dan eksploitasi sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang melimpah dan murah, kapitalis dapat tetap bertahan
menjadi seorang kapitalis serta mengalahkan para pesainganya.
Segala
cara dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan ekspansi ini, seperti yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional di era neo-liberalisasi yang
mendirikan pabrik-pabriknya di Negara-negara dengan upah buruh yang murah,
masuknya penanaman modal asing yang sangat besar pada Negara-negara dunia
ketiga dimana hal itu terjadi dalam relasi yang timpang dan eksploitatif
(semata-mata untuk mendapatkan factor-faktor produksi yang murah), bahkan
intervensi Amerika Serikat ke irak yang dalam kenyataanya dilakukan hanya untuk
mendapatkan minyak. Ekspansi kapitalis merupakan suatu bentuk imperialisasi
(penundukan) dan kolonialisasi (penjajahan) dengan wajah baru, yang pada masa
ini menyatakan dirinya sebagai NEKOLIM (Neo-kolonialisme Imperialisme).
E. SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN KAPITALISME
Kapitalisme
muncul setelah feodalisme runtuh dengan secara garis besar terbagi menjadi tiga
fase:
1.
Kapitalisme
Awal ( 1500 – 1750 ).
Kapitalisme
pada fase ini masih mengacu pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya
industri sandang di Inggris sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut
pada usaha perkapalan, pergudangan, bahan- bahan mentah, barang- barang jadi
dan variasi bentuk kekayaan yang lain. Dan kemuadian berubah menjadi perluasan
kapasitas produksi, dan talenta kapitalisme ini yang kemudian hari justru
banyak menelan korban. Di perkotaan, para saudagar kapitalis menjual
barang-barang produksi mereka dalam satu perjalanan dari satu tempat ke tempat
lainnya. Mula-mula mereka menjual barang pada teman sesama saudagar
seperjalanan, lalu berkembang menjadi perdagangan public. Sementara di wilayah
pedesaan saat itu masih cenderung feodalistik .
Dalam
hal ini Russel mengemukakan adanya tiga faktor yang menghambat kapitalisme di pedesaan
dan berbagai wilayah lain. Kendala itu
adalah
a. Tanah
yang ada hanya digunakan untuk bercocok tanam, sehingga hasil produksinya
sangat terbatas. Russel
mengusulkan untuk mengubah tanah menjadi sesuatu yang
lebih menguntungkan (profitable
). Atau dengan pengertian lain tanah bias diperjual belikan
seperti barang lainnya.
b. Para petani
atau buruh tani yang masih terikat pada Sistem ekonomi subsistensi2 . komentar
Russel untuk hal ini adalah mereka siap unutk dipekerjakan dengan upah
tertentu.
c. Hasil
produksi yang diperoleh petani saat itu hanya sekedar digunakan untuk
mencukupi kebutuhan pribadi. Menurutnya, produksi hasil petani
harus ditawarkan ke pasar dan siap dikonsumsi oleh publik.
2.
Kapitalisme
Klasik ( 1750 – 1914 ).
Kapitalisme
pada fase ini merupakan pergeseran dari perdagangan public kebidang industri
yang ditandai oleh Revolusi Industri di Inggris dimana banyak diciptakan mesin-
mesin besar yang sangat menunjang industri. Di fase inilah terkenal tokoh yang
disebut “bapak kapitalisme” dengan bukunya yang sangat tekenal the Wealth Of
Nations ( 1776 ) dimana salah satu poin ajarannya laissez faire dengan
invisible hand-nya ( mekanisme pasar )dan beberapa tokoh seangkatan seperti
David Ricardo dan John Stuart Mills, yang sering dikenal sebagai tokoh ekonomi
neo- klasik. Pada fase inilah kapitalisme sering mendapat hujatan pedas dari
kelompok Marx.
3.
Kapilaisme
Lanjut ( 1914 – sekarang ).
Momentum
utama fase ini adalah terjadinya Perang Dunia I, kapitalisme lanjut sebagai peristiwa
penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran
dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa-
bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang
kemudian memanifestasikan kesdaran itu dengan perlawanan. Ketiga, revolusi
Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental
kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas penguasaan sarana
produksi, struktur klas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama.
Darisana muncul ideology tandingan yaitu komunisme.
Perspektif
Teori Dasar Kapitalisme Secara Sosiologis Dan Ekonomis
Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feudal, salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The Protestan Ethic of Spirit Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan dengan semangat religius terutama kaum protestan. Pendapat Weber ini didukung Marthin Luther King yang mengatakan bahwa lewat perbuatan dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi. Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya yang sangat terkenal yaitu “Time Is Money”, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan.
Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah akan bisa lepas Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme :
Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feudal, salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The Protestan Ethic of Spirit Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan dengan semangat religius terutama kaum protestan. Pendapat Weber ini didukung Marthin Luther King yang mengatakan bahwa lewat perbuatan dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi. Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya yang sangat terkenal yaitu “Time Is Money”, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan.
Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah akan bisa lepas Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme :
a.
Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas
– batas tertentu.
b.
Pengakuan hak pribadi untuk melakukan
kegiatan ekonomi demi meningkatkan status social ekonomi.
c.
Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam
bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal
mungkin.
d.
Kebebasan melakukan
kompetisi.
e. Mengakui
hukum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.
F. KONTRADIKSI DALAM KAPITALISME
Kapitalisme
telah menyederhanakan komposisi klas yang mengisi struktur klas masyararakat
kapitalis. Strutur dan watak klas ini akan menentukan hybungan Sosial yang
terjadi antara satu klas dengan klas lain. Kepemilikan pribadi akan
factor-faktor produksi, pencipataan komoditas dan berlakunya mekanisme pasar,
telah membentuk struktur klas yang khas dan antagonistic (salaing berlawanan)
antara klas pemilik modal dan klas pekerja atau buruh. Kedua klas ini
berinteraksi satu sama lain dalam hubungan produksi dengan
kepentingan-kepentingan yang kontradiktif.
Hubungan
antara pemilik modal dengan buruh adalah hubungan yang eksploitatif yang tercermin
dalam konsep kerja upahan. Di satu sisi, buruh sebagai manusia yang memerlukan
pemenuhan kebutuhan hidup untuk mempertahankan hidupnya dengan cara menjual
tenaga kerjanya kepada pemilik modal dengan tingakat upah tertentu
yang hanya cukup untuk makan sehari-hari atau untuk memenuhi kebutuhan yang
mendasar secara pas-pasan. Di sisi lain, sebagai manusia, tentunya seorang
buruh menginginkan standar hidup yang layak, yang hanya bisa dipenuhi dengan
kenaikan upah yang tinggi, sehingga kepentingan klas buruh adalah upah yang
tinggi (sesuai kebutuhan layak hidupnya yang semakin meningkat).
Dalam
Sistem kapitalis, semakin tinggi tingkat upah buruh, maka keuntungan kapitalis
akan semakin kecil, agar keuntungannya semakin besar maka upah buruh harus
ditekan.
Pada
dasarnya, secra lebih luas kontradiksi kapitalisme terdapat secara inheren pada
ketiga watak dasar yang dimlikinya sebagai sebuah Sistem. Wataknya yang
eksploitatif sangat kontradiktif dengan kepentingan klas buruh di seluruh
dunia. Selain itu juga, eksploitasi terhadap alam telah mengurangi hak hidup
seluruh manusia di dunia dalam kelestarian alam. Kapitalisme juga
mengeksploitasi tenaga kerja anak-anakdan perempuan dalam jumlah yang sangat
besar, terutama di Negara-negara dunia ketiga dan membayar mereka dengan upah
yang rendah serta membiarakannya hidup secara tidak layak.
Ketika
kontrdiksi antara kaum pemodal (Kapitalis) dan kaum pekerja (buruh) mencapai
titik klimaks, maka keruntuhan kapitalisme hanya menunggu Bom waktu akan
meledak, setelah itu, akan lahir sebuah Sistem baru yang lebih humanis yang
akan menggantikan Sistem kapaitalisme, seperti apa yang diramalkan oleh Karl
Marx.
Berangkat
dari kontrdiksi diatas, maka Marxian memprediksikan tentang masa depan
kapitalisme, paling tidak sampai abad XXI ini. Kapitalisme kemungkinan akan
mengalami krisis structural. Krisis ini muncul sebagai akibat dari antagonisme
inheren antara capital dan tenaga kerja. Keberhasilan kapitalisme sebagai
Sistem ekonomi dunia maupun ideology yang berusaha untuk menciptakan kondisi
mayarakat yang berkelimpahan (affluent society), terancam bahaya structural
yang dahsyat dengan indikasi semakin besarnya kesenjangan akumulasi capital
antar klas. Kelompok Marxian ini kemudian menawarkan sosialisme sebagai Sistem
yang lebih layak untuk diusung olek klas yang tertindas oleh eksploitasi
kapitalisme.
G. KESIMPULAN
Kapitalisme
bukanlah hanya Sistem ekonomi belaka, melainkan sudah menjadi Sistem Sosial
yang meracuni segala bentuk kehidupan manusia. Kapitalisme, sebagai lingkaran
setan, telah membawa dampak dehumanisasi, kesenjangan Sosial, kemiskinan,
pengangguran, pembodohon serta penderitaan rakyat yang berkepanjangan. Dengan
invisible handsnya (tangan-tangan gaibnya), kapitalisme ingin menguasai dunia
tanpa intervensi suatu Negara, sekalipun ada otoritas Negara, itupun digunakan
sebagai panjang tangan atau boneka para kapitalis belaka. Tak bisa dibayangkan,
bagaimana kesejahteraan dan keadilan rakyat bisa terwujud??,
Jika
semua diserahkan pada mekanisme pasar. Yang muncul hanyalah monopoli dan hukum
rimba ekonomi yang berlaku, siapa yang menguasai alat-alat produksi dan
memiliki modal, dialah yang akan memenangkan sebuah kompetisi yang bebas ini.
Buruh hanyalah akan dijadikan komoditas yang bisa dijual-belikan, para petani
hanya akan tetap banting tulang dan peras keringat tanpa memiliki tanahnya
sendiri, bahkan seluruh sumber daya alam di suatu Negara akan jatuh menjadi
komoditas para kapitalis dan semua orang akan bekerja untuk kepentingan para
kapitalis.
Disaat
kapitalisme menjadi ideology dominan dalam seluruh sector kehidupan manusia
(ekonomi, politik, budaya, Sosial, pendidikan dll), maka apakah kita sebagai
manusia yang berfikir logis dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi
sebagai tolak ukur untuk berkembang tanpa adanya penghisapan antar manusia satu
dengan manusia lain, apakah kita akan diam tertunduk di bawah ketiak para
kapitalis yang busuk itu???. Jawabannya adalah sama sekali TIDAK..kawan!!.
sekali TIDAK… So what’s to be done?? DESTROY THE CAPITALISM..!!
BERSAMA RAKYAT, SATUAKAN TEKAD,
DEMI PERUBAHAN DAN PEMBEBASAN